Angin Desember menghantarkan langkah-langkah pendekku
meningggalkan kapel. Aku menyeret langkahku yang semakin berat menuju gerbang
tempat peziarahanku selama 4 bulan ini. Dia mengantarkan ku dengan berjalan di
sisiku…’ Selalu ada di sisi mu Fre..tak akan pernah ada yang akan berjalan di
depanmu atau di belakangmu. Tak akan ada yang menganggapmu sebagai hamba atau
majikan..’ itu katanya padaku.
Aku sempat ingin menghentikan langkahku. Aku masih ingin
menjeda sedikit waktu untuk bisa mengumpulkan semua serpihan hatiku yang
retak,lalu memutuskan ke mana arah langkahku..aku cuma butuh sedikit waktu
lagi..satu jam..30 menit..atau cuma 15 menit…atau…satu menit lagi untuk memutar
balik dan mengubah segalanya…selamanya..Dan bila mungkin aku ingin menghentikan
waktu. Andai aku bisa..tapi itu mustahil dan tak akan pernah bisa. Waktu
semakin cepat dan hatiku tergugu dalam bisu. Kami berjalan beriringan dengan
hatiku yang sudah membiru. Entah seperti apa dinginnya..beku dan kaku.. Dia
menoleh padaku. Dia mengenggam tanganku. Kehangatan mengaliri darahku dan
sedikit menentramkan hatiku yang membiru. Senyumnya terkembang, “ Tak ada
siapapun yang memaksamu melakukan apapun. Tak ada yang menahanmu utk tinggal di
sini ataupun memaksamu keluar dari sini. Hatimu lah yang telah memilih…” aku
tahu. Aku bahkan sudah sangat tahu kemana hatiku menyuruhku berjalan. Tapi tak
semudah ini. Bahkan mungkin aku berpikir hatiku telah patah menjadi dua.
Setengahnya di tempat ini. Dan setengahnya lagi telah di miliki.. mungkinkah
aku bisa tidak memilih?
Kami terus berjalan meninggalkan kapel yang terasa semakin
kecil dari kejauhan..’ jangan menoleh..’ ujarnya padaku. Aku tahu. Itulah yang
di katakannya sewaktu aku memutuskan tinggal di sini, ‘jangan menoleh ke
belakang..’ tapi ternyata hatiku tak setegar itu. ‘kamu tak akan bisa berjalan
dengan satu kaki di sini,sementara kakimu yang satu berada di tempat yang
lain…’ aku mengerti. Selalu harus memilih bukan?
Langkahku kini agak ringan..dan sekarang kakiku telah sampai
di depan pintu. Pintu tempat aku dulu berdiri menanti untuk di bukakan dan
masuk.. Dan saat ini aku berdiri untuk membuka pintu itu..dan kemudian keluar…
‘selalu ada rumah yang lain untukmu. Rumah yang telah kamu
miliki meski akhirnya kamu tinggalkan. Rumah yang selalu menantimu berdiri di
depan pintunya dan mengetuknya..dan selalu ada kapel yang setia menunggumu di
sana saat dini hari hingga petang…’ aku merasakan genggaman tangannya semakin
merenggang. Tapi senyum itu masih terkembang. Masih sama saat pertama kali kami
bertemu dan dia memelukku.
Dan genggaman itu terlepas sudah kini. Benar-benar
terpisah..Aku tak bisa apa-apa. Aku tak mampu berlari dan memelukknya seperti
dulu. Aku tak mampu memberinya janjiku seperti dulu. aku benar-benar terperangkap dalam bisu dan
lumpuh…Dia masih berdiri di sana. Dengan binarnya dan senyum yang indah. Aku
tahu,dia tak akan beranjak hingga aku yang pergi,…’tak akan ada siapapun yang
akan melepaskanmu dari sini kecuali bila kamu yang memilih untuk terlepas..’
ujarmu dulu.. seberhargakah aku baginya? Aku yang salahkah? Apakah aku yang
telah salah memilih? Tapi kakiku telah memilih. Hatiku telah menoleh..dan aku
merasa terisi di dalamnya…’ hatimu tak akan pernah berbohong Fre…ikutilah dia
dan jalanlah terus…’ aku keluar dari pintu itu..mengangkat kakiku dari sana.
Dan terus melangkah. aku tak mau menoleh. Tidak. Bukan tak mau tapi aku memang
tak ingin..
…kita selalu
berada dalam pilihan…tidak memilihpun itu adalah pilihan….( Sr.Caecilia )
(dedicated to Sr.Caecilia,for my tentor I loved the most..who
guards me, lightening my way and always gives the warm heart constantly…)
The last note in my dedication for my Congregation. My soul
always be apart of there,and always be Yours…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar